Senin, 28 Juli 2014

Mendengar tapi Tuli, Melihat tapi Buta


            Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, waa, udah lama banget gak ngisi nih blog, kangen juga, hehe. Mumpung lagi lebaran, mohon maaf lahir batin yaa ;). Lagi banyak aktivitas dan seabreg tugas yang akhirnya gak bisa nyentuh nih bebeb si notebook tercinta. Padahal buanyak banget yang aku pengen ceritain. Ngeliat Judul diatas berasa keinget lagunya bang haji Rhoma Irama ya :D ahaha, Semoga bermanfaat deh buat semuanya ;)


            Mendengarkan, bukan sekedar gendang telinga menangkap gelombang. Namun lebih dari itu, pengolahan makna akan gelombang itu sendiri di dalam otak. Kita sering mendengar, masuk kuping kiri, keluar kuping kanan. Itu artinya gak ada pengolahan dari tangkapan suara oleh gendang telinga.

            Sejatinya, bukan otak yang salah, tapi hati. Hati yang sekeras batu yang tak mau memerintah otak untuk mengolah suara yang ditangkap. Terus mengedepankan ego dan argument kita. Mempertahankan yang telah ada di otak, dan tak mau menerima hal baru dengan memagari informasi untuk masuk.Kita sering kan, mendengar, tapi terus menguap tak bersisa apa yang kita dengarkan, sekalipun itu baik untuk kita.

            Mirisnya, hal ini banyak terjadi dikalangan orang yang banyak belajar. Seharusnya semakin tinggi ilmu, semakin sadar bahwa ilmu ini masih sedikit, sedikit sekali, hanya setetes dari luasnya samudra. Tapi banyaknya, bangga akan diri yang telah melahap ribuan lembaran ilmu, yang telah bisa member solusi akan berbagai masalah, yang akhirnya menutup diri dari solusi lain yang lebih efisien.

            Contohnya nih, pas ngerjain tugas kelompok, kita udah puny aide yang menurut kita cemerlang, namun temen kita puny aide yang lebih kinclong, kita ngambek, dan pake ide kita sendiri, dengan ngeyel dan segala argument yang kadang di ada-adakan. Saat itu, kita sedang Mendengar, tapi Tuli. Tuli dari dunia luar, tuli dari hal-hal yang mungkin baik.

            Melihat, bukan sekedar retina yang menangkap gambar dari kerjasama organ-organ mata, namun memahami, mengolah kembali dengan otak dengan hati, apa yang didapat dari gambar ini. Kita manusia, bukan kamera. Kita manusia, yang seringkali berbeda. Kamera saja memiliki jenis yang berbeda, dalam pengankapan gambar bisa berbeda hasilnya, jangankan kamera yang berbeda, satu kamera dengan mode yang berbeda sudah menjadi gambar yang berbeda makna. Apalagi kalau ditambah dari sisi pengolahannya. Pasti bisa macem-macem lagi tuh hasilnya. Gambar bernilai bagus atau tidak pun subjektif. Tergantung dari sisi mana kita melihatnya.  Tiap orang bisa beda-beda. Itu tangkapan kamera, kalau tangkapan mata?

            Contohnya, kita ngeliat temen lagi jatuh. Survey membuktikan kalo kita ketawa dulu, baru nolongin. Padahal itu sakit lho, coba aja. Atau temen kita yang jadi baik, berusaha menaati perintahnya dengan menutup aurat, malah disalah-salahin, dengan segala argument diri. Menurut orang lain baik, kadang kita yang menutup diri dan mengecap kalau itu buruk, titik. Tanpa penjelasan dan tanpa argument apapun. Kita sedang Melihat tapi kita Buta. Buta dari kemungkinan-kemungkinan sudut pandang yang lain, yang mungkin lebih baik

            Allah menurunkan Al-Qur’an, menciptakan agama sebagai pengatur kehidupan, sebagai pengatur diri kita. Agar kita tidak sampai Mendengar tapi Tuli, Melihat tapi Buta. Kita diberi akal pikiran agar kita tidak terjerumus oleh nafsu.

            Just #NoteToMySelf, bukan untuk menyinggung siapapun, seburuk-buruk tingkah disini, dariku Hamba Allah yang tak sempurna, yang masih banyak noktah hitam dalam dada. Kutulis sebagai luapan emosi yang tak terkata. Semoga bisa menjadi pelajaran juga untukmu agar tak sepertiku, saudaraku..

Terimakasih sudah membaca :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar