Sore itu, seperti yang ia harapkan,
hujan turun membasahi kota bunga yang didiaminya saat ini. Senyumnya
selalu terkembang setiap melihat tetesan air dari langit itu. Entah
tersihir apa oleh kejadian alam yang bernama hujan. Di sebuah jalan
panjang yang selalu dilalui dahulu, di bawah payung yang sedari tadi
ingin dilemparkan, ia pulang menuju kotak kecil nan hangat yang
menjadi dunianya.
“Soree, aku pulang cantik, udah
makan?” tanyanya pada putri kecil yang menghiasi harinya sejak 3
tahun lalu.
“Sudah, tadi sama ayah, kok lama
banget pulangnya??”
“maaf ya cantik, tadi hujan
sebentar, sekarang kan sudah dirumah sama kamu” menyogok putri
kecilnya dengan senyum termanis jurus andalannya.
Dalam hatinya tergoyah, merasa
bersalah meninggalkan putrinya. Sore itu memang ia pulang lebih lama
dari biasanya, Raisha merindukan tempat yang beberapa waktu
menemaninya, menarik lagi pita rekaman yang terjadi beberapa tahun
lalu, saat semua masih kelabu, tak seterang hari itu.
®®®
Pagi itu berangkat dari kosan ke
kampus, dengan jarak yang cukup untuk sekedar olahraga ringan,
berjalan santai dengan earphone menancap di telinganya. Memasuki
halaman Fakultas sastra yang banyak bunga dan pepohonan, ia selalu
menurunkan volume musik di HP nya, menghirup udara pagi sedalamnya.
Segar, dengan kicauan burung yang menyenandungkan selamat pagi bagi
penduduk bumi, bentuk awan yang tersebar tipis layaknya pasir pantai
yang baru saja tersapu air, dan matahari yang masih malas untuk
meninggi. Ini adalah salah satu Favorite moment buat si jutek Raisha.
Di kampus masih sepi, ia sendiri
menuju halaman gedung bertingkat 4 yang dituju. Duduk di teras sambil
bergumam mengikuti lagunya. Ia menutup matanya, merasakan hawa dingin
yang menyapu wajahnya, senyum terkembang dari dara manis itu.
“Paagii Sayaaaaannggg!!” sapaan
kinara, sahabatnya di kelas listrik di kampusnya membuyarkan
lamunannya.
“Kurang ajar ya! pagi-pagi udah
ngagetin, pingin gue jantungan nih?” timpal Raisha
“Buset dah, di sapa “sayang”
aja juteknya begitu amat” Kinara manyun, yang sebal dengan tingkah
sahabatnya itu
“Iya iyaaa maaf.. kamu sihh…”
Kata-kata Raisha terhenti, matanya tertuju pada sepasang mata di
seberang jalan, sebuah nama yang lama bertengger di sudut hatinya.
Hatinya bergetar, ia mendekat dan menyapa kedua sahabat itu.
“Pagi Raisha, Kinara, kuliah apa
bentar lagi?”
“Rangkaian Listrik yan, elu?”
timpal kinara, Raisha masih terpaku.
“TTL, yaudah, duluan yaa” Jawab
Ryan, sosok yang membuat si jutek memaku, membeku, tak bergerak pagi
itu.
Kinara menyadarinya, Raisha menyimpan
nama pria itu dalam dadanya. Namun ia memilih bungkam, menunggu
Raisha menceritakan padanya sendiri. Mereka berdua pun menuju kelas,
sudah ada beberapa orang yang berdiam. Raisha tetap dengan
headsetnya, ia membuka buku tebal, dan sekedar membolak-baliknya,
membaca sekilas untaian huruf yang tersebar.
Raisha duduk di tempat favoritenya,
dibaris depan di sebelah jendela. Dari lantai 4 itu, ia bisa
merasakan angin yang berhembus sejuk. Ia matikan musik yang
bersenandung untuknya. Melihat pucuk pohon yang terkembang bunga ungu
di ujungnya. Tak lama, raisha merasakan hawa lain di sampingnya.
Benar saja, Rizky, seorang cowok yang lumayan manis, yang di
gadang-gadang suka sama si jutek Raisha.
“Pagi cantik.. liatin apa sih?”
goda Rizky pagi itu
“Liat angin, kenapa? Mau liat
juga?” Raisha langsung mengenakan headsetnya lagi, menuju tangga
“Aku belum nyerah sha..”
ucap Rizky perlahan
“Gak habis pikir, cantik enggak,
baik apalagi, di jutekin tiap hari gak nyerah juga ya.. fuuhh”
gumam raisha
®®®
Sore itu Raisha memutuskan ke toko
buku langganannya, ia mencari novel atau buku apa saja yang menarik
matanya hingga kacamatanya menebal. Keasyikannya terhenti menangkap
sosok yang sangat ia kenal, yang lama ia cintai dalam diam. Ryan
disana, namun tak sendiri, dan bukan dengannya. Raisha terluka. Ia
memutuskan untuk pulang, tak lagi sanggup membendung perasaannya.
Namanya juga perempuan, tak sanggup
memendamnya sendiri, Raisha menceritakan semua kepada sahabatnya
Kinara, dengan sabat di dengarkan keluh kesah seorang Raisha yang
biasanya ceria bisa berubah diam hanya karna satu kejadian. Setelah
lega mengeluarkan gundah di hatinya. Ia terdiam. Kembali ke samping
jendela, menceritakannya pada awan, langit dan angin yang menyapu
wajahnya.
Kembali ke kosan, di sebuah kotak
yang ia bisa dengan semaunya mengekspresikan apa yang di lakukannya.
Menerawang ke langit-langit kamarnya. Mendengarkan nyanyian hujan
pengobat hatinya. Ia sadar, telah menitipkan hatinya ke atas awan
yang terlihat nyaman, ia sendiri tak sadari seberapa tinggi awan itu
dan adakah lubang disana. Sampai ia terjatuh dan tersadar akan semua
itu. Move on! Mungkin hanya itu yang bisa lakukan. Lebih banyak yang
lebih layak di prioritaskan saat ini. Lebih membuka hati, melihat
yang tulus untuknya.
Pagi itu seperti biasa, ia menikmati
pucuk pohon yang telah berubah menguning seiring musim yang bergulir.
Akhir-akhir ini, tak ada lagi yang memangilnya cantik, hemm, mungkin
Rizky sudah lelah dan jera akan kejutekan Raisha. Satu yang
menghilang saat sebuah gerbang telah Raisha buka untuknya. Dan ia
sadar, cinta datang terlambat, ataukah perasaan pelarian semata?
“Eh, elu ra, Wait, tumben amat baru
dateng udah cengar-cengir aja, abis dapet hadiah magic com dari tutup
teh ya?”
“Ah elu shaa, gue lagi seneng
niiiihh, gue sekarang udah jadian, hihihi”
“Serius? Sialan ya, punya gebetan
gak kasih tau gue, siapaaa?”
“Rizky sha..”
®®®
Semester terakhir perkuliahan Raisha,
kesibukan skripsi telah menyita waktu, pikiran dan melupakan
perasaanya. Setelah maju sidang dan mencapai nilai yang sesuai
perjuangannya, ia mengenakan kebaya abu-abu dan namanya telah
memanjang menjadi Raisha Azzahra S.Pd.
Sekarang ia telah menjadi guru sesuai
impiannya saat kecil lalu, ia terus mengejar apa yang ada dia
angannya. Perasaanya masih sama. Ia tutup rapat, ia takut lagi akan
ada yang masuk dan tak sengaja meninggalkan serpihan kaca di hatinya.
Ia pasrahkan semuanya, terserah ayah ibu saja pikirnya.
Sore itu ia kembali kerumah, menuju
kamarnya, merebahkan tulang belakang yang memanja. Usai mandi, Sang
Ibu bercerita bahwa ada yang ingin menjadikannya sebagai pendamping,
dan Raisha mengiyakannya, berharap kali ini membuka hatinya untuk
yang terakhir kalinya. Dan hujan turun sejukkan senja itu.
®®®
“Baru
pulang ya? Aisyah dari tadi nyariin tuh, dari mana?”
“ke kampus sebentar ayah, maaf ndak
bilang, pingin jalan-jalan aja inget dulu”
“Maafin aku dulu yaaa, yang mungkin
buat kamu sakit”
“Sama-sama, don’t mention it”
jawab Raisha sambil tersenyum, senyum yang mampu meluluhkan hati pria
dihadapannya
“Eh Aisyah, udah mainnya? Anaknya
siapa yaa cantik banget ini??”
“Anaknya ayah Ryan dan bunda Raisha
doonng”
Pelukan hangat sang putri membalut
keluarga kecil ini di senja yang tetap ditemani rintik air dari awan
yang melemah, berganti warna indah matahari senja yang berlapis
abu-abu sisa mendung yang terkikis perlahan.
sangar.. :D
BalasHapussemangat berkarya..
Terimakasih :) di tunggu juga karyamu
Hapus:D tak seahli anda.. :)
Hapusgak perlu ahli untuk karya sastra :) karakter menulis orang berbeda-beda kan ^^ semangat :D
Hapusanaknya ayah randy dan bunda madin namanya siaapaa?? :p
BalasHapusapik din (y)
hikam wes ketularan endah nyeluk aku madin
BalasHapusanak opo hee =_=
“Eh Aisyah, udah mainnya? Anaknya siapa yaa cantik banget ini??”
BalasHapus“Anaknya ayah Ryan dan bunda Raisha doonng”
iki lak ceritane nyerempet2 PTE,,
lha aku ngerti e pelajaran di elektro
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus