Siang itu, saat teleponku berdering, sedetik kemudian aku mulai panik.
Mengemasi barang-barang, meninggalkan rumah bersama ayah.
Fikirku selalu ke satu ruang itu. Ruang
tempatku tumbuh meninggi,tempat tangisku terpecah, tempatku bermain monopoli, tempatku
bersembunyi, tempatku melihat bunga-bunga ibuku..
Ya, tempat semua anganku kuterbangkan, di ruang itu pula aku kehilangan
pendongeng kisah penjajahan masa lalu, seorang yang sabar yang selalu
kukucurkkan air untuk beliau berwudlu, wajah yang selalu kuhadapkan wajah
cemberutku kala beliau tak mau menggendongku lagi..
sekelebat ingatan sepanjang jalan itu membuatku Rindu..
sekelebat ingatan sepanjang jalan itu membuatku Rindu..
Seketika di ruang itu pula yang
telah berubah, semakin kecil kurasa, berkumpul semua di tengah, meneriakkan
nama tuhannya, tubuhku merinding di buatnya. Tak ada mulut yang terdiam, pintaku, mudahkanlah, mudahkanlah,
hanya itu yang kuulang-ulang. Aku tak sanggup dan teringat kejadian saat aku
kehilangan pendongeng ku. Berjam-jam berlalu, ruangan itu semakin penuh sesak
dengan orang- orang dari sebrang pulau yang sudah tiba. Namun keadaanya tetap sama, wajah itu terdiam..
kakinya mendingin, dan bulir tangis semakin menjadi dari semua yang
mengelilingi, tak peduli yang bersongkok atau berkerudung..
Dan pinta ku tetap sama..
mudahkanlah
Pagi hari baru ku tau, ternyata
beliau menunggu, menunggu seseorang yang tinggal kabar.. setelah dapat yang di
tunggu, berlinang air mata dari wajah yang diam.. Tuhanku mendengar harapanku, juga semua yang berada
disana..
Hanya doa yang bisa kusampaikan
dari sini..
Terimakasih akan semua cinta kasih
yang pernah ada..
Maafkan diri ini yang penuh salah
dan dosa..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar