Rabu, 15 Januari 2014

Ruang Rindu

Siang itu, saat teleponku  berdering, sedetik kemudian aku mulai panik. Mengemasi barang-barang, meninggalkan rumah bersama ayah.
Fikirku selalu ke satu ruang itu. Ruang tempatku tumbuh meninggi,tempat tangisku terpecah,  tempatku bermain monopoli, tempatku bersembunyi, tempatku melihat bunga-bunga ibuku..
Ya, tempat semua anganku  kuterbangkan, di ruang itu pula aku kehilangan pendongeng  kisah penjajahan  masa lalu, seorang yang sabar yang selalu kukucurkkan air untuk beliau berwudlu, wajah yang selalu kuhadapkan wajah cemberutku kala beliau tak mau menggendongku lagi..
sekelebat ingatan sepanjang jalan itu membuatku Rindu..

Seketika di ruang itu pula yang telah berubah, semakin kecil kurasa, berkumpul semua di tengah, meneriakkan nama tuhannya, tubuhku merinding di buatnya. Tak ada mulut yang  terdiam, pintaku, mudahkanlah, mudahkanlah, hanya itu yang kuulang-ulang. Aku tak sanggup dan teringat kejadian saat aku kehilangan pendongeng ku. Berjam-jam berlalu, ruangan itu semakin penuh sesak dengan orang- orang dari sebrang pulau yang sudah tiba. Namun  keadaanya tetap sama, wajah itu terdiam.. kakinya mendingin, dan bulir tangis semakin menjadi dari semua yang mengelilingi, tak peduli yang bersongkok atau berkerudung..
Dan pinta ku tetap sama.. mudahkanlah

Pagi hari baru ku tau, ternyata beliau menunggu, menunggu seseorang yang tinggal kabar.. setelah dapat yang di tunggu, berlinang air mata dari wajah yang diam.. Tuhanku  mendengar harapanku, juga semua yang berada disana..
Hanya doa yang bisa kusampaikan dari sini..
Terimakasih akan semua cinta kasih yang pernah ada..

Maafkan diri ini yang penuh salah dan dosa..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar