Jumat, 21 Maret 2014

Kekuatan Cinta

            Menapaki jejakku dulu. di pojok itu aku menangis menjadi-jadi, di teras itu aku melahap bakso ku setiap sore, dan setiap sore itu juga penjual bakso itu memanggilku “judes”. Masih di teras itu, saat lengan yang kubalut sweater biru  digigit hingga berdarah oleh sepupuku. Melihat pesta kembang api saat pabrik peluru itu ulang tahun.Saat bermain perahu kertas saat hujan mengguyur. Di pojok ruang tamu saat aku masih menghafalkan arti alfatihah dengannya. Dan semua kenangan di ruang rindu ku yang terus saja lewat saat aku berdiam.

            Ruang rindu itu masih mengingatkan ku akan sosoknya.. ya, sosok yang selalu memaksaku untuk membuat kue itu. Kue yang dulu aku sangat bosan hanya dengan melihatnya, yang tak terfikir olehku, kenapa beliau sesemangat itu, tak tampak bosan sedikitpun walau telah jutaan hari membuatnya, memenuhi lemari-lemari yang tingginya 3 kali dari aku kala itu.. sampai satu hari.. aku tau jawabnya
            Tampaknya sosok tampan itu yang membuatnya semangat. Sambil malas kuaduk adonan itu yang terasa berat di tangan kecilku. Terurai bulir air mata haru, mengingat semua keringat yang dulu mereka lalui berdua. Dengan nakal, ku makan beberapa kue itu sambil mendengarkan. Kepulan aroma kue yang sekalipun aku bosan tak bisa ku menolaknya saat masih hangat. Beliau menceritakan cintanya…
            Setelah diikat oleh janji suci, mereka berdua melalui hidupnya bersama. Dengan orang yang mungkin baru beberapa hari ia kenal. Dengan seseorang yang sama sekali bertolak belakang karakternya (sangat berkebalikan!) namun cinta bukan melulu kepada seseorang yang berfikiran sama, menyukai hal sama, atau sifat yang sama. Sekalipun banyak sekali yang berbeda mereka bisa bersama. Ikatan itu tak langsung membuat mereka “Happily ever after ” seperti pada kisah-kisah dongen Disney. Justru itulah awal kisahnya.
            Berpindah, dari pulau garam ke kota yang panasnya luar biasa (kalau di bandingin sama tempatku tinggal sekarang sih), dengan modal sedikit, mereka mengais rezeki Allah. Berdua, tanpa tempat tinggal, hanya ditemani sebuah gerobak kecil, yang kotak-kotaknya berisi baju-baju. Sampai bertemu saudara mereka. Tinggal disana, menumpang. Baju-baju itu telah berpindah ke lemari kecil di sebuah kamar yang sempit. Masih dengan gerobak, mereka mengais rezeki, tanpa lelah dengan ikhtiarnya.. terlebih dengan 2 buah hati yang harus terus tumbuh, yang menjadi semangat mereka. Tak mudah menyerah dan putus asa, menjadikan tabungan mereka cukup untuk membeli sebuah rumah di desa kecil nan indah, tempat ruang rinduku berada. Rumah itu dibangun dengan cinta. Tak terbayang berapa kali beda pendapat, beda pemikiran dan keikhlasan untuk mendengar, menghargai, dan memikirkan perbedaan itu yang membuat semua bisa dilalui. Bukan mengajukan egoisme dengan dalih-dalih aku pemimpinnya atau aku pengaturnya. Tapi sedikit ruang dalam hati untuk menerima bukan menuntut. Meski ceceran ceritanya acak, entah kenapa aku masih bisa mengerti alurnya, di sesaki dengan tangis haru, karna kasihnya tak lagi di sisinya, namun telah ke sisiNya. Terlihat sekali beliau sangat merindukannya. Saat itu aku juga.. tak ada lagi pendongeng ku kala aku tak bisa terlelap malam itu.
            Dari kue itu, ia bisa mengingat cintanya, terus mengingat perjuangan mereka berdua, hinga bersembilan dan berpuluhan (tambah menantu dan cucu :D). Pantas saja tak pernah terlihat menyerah di matanya. Karena itu cintanya. Cinta itu memang bisa membuat seseorang hilang rasa, entah rasa bosan, rasa takut, dan rasa lainya. Tinggal hati dan keimanan yang memegang kendali, kemana kekuatan cintanya di arahkan. kepadaNya atau kesenangan sesaat saja. hm.. kue yang sekarang kurindukan.. yang tak lagi ku santap 4 tahun terakhiri ini.. kue yang saat ada terasa tak berharga, dan saat tiada, terasa bermakna
            Dari beliau berdua, aku bisa belajar. Bahwa keikhlasan, dan penerimaan, atau rasa mau mengalah bisa menjadi emulsifier segala perbedaan yang terlihat tak bisa disatukan. Air dan minyak tak akan bisa bersatu jika sama-sama saling egois, kau kocok berapa kali dan berapa lama pun, akan tetap terpisah, namun dengan penerimaan, bisa saja mereka bersatu, emnjadi sesuatu yang lebih bermanfaat.
            Terimakasih atas cerita hidup yang sungguh berarti. Mungkin saat aku dulu mendengarnya, aku belum mengerti. Kini aku tau, dan telah kucoba beberapa resepmu. Tak lagi terluka lama, karena Ikhlas adalah kuncinya :’). Ini hanya cinta dari seorang Hamba. Bagaimana lagi dahsyatnya cinta Sang Maha Cinta?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar