Minggu, 10 November 2013

Sekolah Calon Ibu


Aku seorang anak yang masih dalam tahap dewasa awal menurut teori yang kupelajari. Aku memiliki adik yang masih kecil di rumah. Melihatnya, selalu membawaku terbang ke dunia saat ku seusianya. Masa yang sangat jauh berbeda dengan masa kini. Lagu yang kunyanyikan dahulu mengenai persahabatan, kebersihan, permainan dan hal yang menyenangkan untuk anak. Sedangkan lagu untuk anak sekarang? Lagu yang di hafal tentang cinta, perselingkuhan, dan hal-hal dengan konotasi negatif. hm.. masih SD sudah mikir galau, mikir yang berat-berat ala orang dewasa. Penuaan (pemikiran) dini nih kayaknya. Aku sangat bersyukur lahir di tahun 90 an.


Masa ku adalah masa yang menyenangkan, dimana teknologi belum menguasai dunia, dimana karakter bangsa menurutku masih terjaga dengan adat ke timuran yang sopan, belum terkontaminasi budaya barat yang cenderung bebas. Masa kini saat teknologi terus melaju, semua orang di sibukkan untuk mengejar lajunya.
Dalam genggaman kita selalu ada gadget, sebuah benda yang tak bisa terlepas dari manusia saat ini, benda yang dulunya benda sekunder atau tersier telah menjadi kebutuhan primer. Mata yang lebih sering tertuju pada kotak berwarna ini. Begitu pula padaku. Teknologi ini memudahkan pekerjaan kita. Sangat kurasakan manfaatnya, terlebih kini aku seorang mahasiswa. Namun karenanya juga, banyak kawannku yang tak melanjutkan sekolah karena tengah berbadan dua, adikku sendiri yang selalu menguap ketika melihat lembaran kertas dengan kata-kata yang tersebar dan matanya yang kembali melebar ketika gadget di genggamnya.

Melihat berita di televisi, miris yang kurasa, korupsi yang semakin menjamur, kemiskinan yang kian menyebar rata, kekayaan Indonesia yang tak tau kemana, kerusakan moral para kaum muda penerus bangsa ini, adik-adik balita yang merokok, membuatku mengkhayal bagaimana keadaan di 5 atau 10 tahun kedepan? Apa yang terjadi pada saat itu, bagaimana keadaan bangsaku? Apa yang salah dari masa kini? Masa di saat semua mudah dengan teknologi.

Permasalahan diatas terus berkecamuk dalam otakku ketika aku melihat sendiri adik-adik yang masih kecil menghabiskan waktunya untuk berteriak-teriak di warnet, luapan antusias atas permainan Online. Siswa-siswi sekolah dasar yang terjerumus percintaan ala sinetron. Juga anak-anak kecil yang masih belum mengenal alphabet namun sudah hafal lagu dangdut koplo yang banyak orang hafal jogetnya. Aku mencari, apa sebabnya mereka seperti ini? Kenapa tak seperti jamanku dahulu? Saat masa kecil kurasa sangat menyenangkan tanpa harus galau memikirkan cinta yang bertepuk sebelah tangan, bermain berlarian bersama kawan.
Jawabnya kutemukan di depan mataku sendiri pula. IBU. Ibulah pendidik pertama seorang anak. Ia yang mengajarkan segala hal, bahkan saat kita masih dalam kandungan. Yang mempunyai peran terbesar dalam membentuk pola pikir dan kebiasaan seseorang. Aku pernah membaca sebuah artikel yang menyatakan bahwa karakter seseorang bukan di pengaruhi oleh gen, namun lingkungan dan pembiasaan. Kunci pembentukan karakter ini dipegang oleh orang tua, teruatama Ibu yang memiliki kewajiban akan itu.

Kutemukan seorang ibu yang bangga saat anak balitanya hafal sebuah lagu dangdut koplo berisi tentang perselingkuhan. Dapat kita bayangkan, apa yang terjadi jika hal ini tak diluruskan pada sang anak? Ia akan menganggap isi dari lagu ini biasa dan bukan hal yang salah. Aku juga pernah mendapati, seorang ibu muda yang dengan gampangnya memberikan susu formula, atau bahkan makanan padat pada bayi yang baru berusia satu bulan dengan alasan agar sang bayi tak rewel. Saat yang di butuhkan bayi itu hanya ASI, kebanyakan mereka tidak mengerti, apa rahasia di balik ASI, dan makanan yang cocok untuk bayi.

Menjadi seorang ibu bukan hal yang sepele. Banyak hal yang harus dikuasai untuk menciptakan generasi yang cemerlang. Teringat perjuangan Ibu Kartini yang memperjuangkan pendidikan bagi perempuan, mengapa? karena bagaimana bisa memiliki seorang anak yang pandai kalau Ibu sebagai pendidik pertamanya bodoh?
Saat ini memang pendidikan sudah tak berbatas jenis kelamin lagi, namun kesadaran pentingnya peran seorang perempuan dalam pembentukan generasi yang hebatlah yang banyak dilupakan. Menjadi seorang ibu, terlebih lagi ibu rumah tangga dianggap hal yang tidak penting dan memalukan. Padahal ada tugas yang cukup berat dalam menjadi ibu rumah tangga, yakni menjadi koki, akuntan, dokter dan perawat dalam satu badan. Nah, kalo profesional semua, ibu rumah tangga itu harusnya punya gelar S.E, S.Gz, S.Pd, S.TP. (huaah berapa lama kuliahnya XD)

Menciptakan seorang anak yang hebat, tentu perlu memperhatikan banyak aspek, mulai dari asupan gizi, kebersihan, kesehatan, sampai pembentukan akhlak atau karakter. Untuk itu, aku bermimpi untuk mendirikan Sekolah untuk Calon Ibu, yang isinya pemberian informasi seputar persiapan menjadi ibu yang baik. Meluruskan lagi pemikiran yang salah tentang menjadi ibu. Dengan memanfaatkan teknologi internet ini tentu akan memudahkan kita dalam menyampaikan dan menyebarkan pesan baik ini.
Dalam Sekolah Calon Ibu ini akan disampaikan tentang hal-hal dasar memasak, mengenai gizi, perawatan keluarga, pertolongan pertama, management keuangan yang baik, cara penyampaian nasihat yang baik, membentuk kebiasaan dan pola pikir anak yang baik, tata ruang dalam rumah. sementara ini, aku hanya belajar dari pengamatan lingkungan ku, buku-buku parenting, dan web-web tentang parenting ala nabi.


Aku disini hanya ingin mengajakmu, wahai calon ibu, yang memegang kemudi masa depan nanti nya, jangan lagi malu akan jabatan ibu rumah tangga. Keren loh :D jangan terus bangga yang berlebihan akan gelar sarjana, karna nantinya kamu akan menbentuk sarjana sarjana yang lebih luar biasa, dengan otak cemerlang, berakhlakul karimah, membawa kita ke JannahNya :D
Terimakasih yaa sudah mampir dan mau baca :D sarannya terus di tunggu :)
wassalamualaikuum ;)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar